my blog's

Minggu, 13 Mei 2012

“Sistem Jahiliyah di Pemerintahan Indonesia Pada Era Reformasi Dalam Perspektif Abul A’la Al-Maududi”


“Sistem Jahiliyah di Pemerintahan Indonesia
Pada Era Reformasi  Dalam Perspektif Abul A’la Al-Maududi”
Mohamad Bandi Kurniawan
4715102523
Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2012
Mohamad Bandi Kurniawan
4715102523
Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2012

“Sistem Jahiliyah di Pemerintahan Indonesia
Pada Era Reformasi  Dalam Perspektif Abul A’la Al-Maududi”


A.               Pendahuluan
Pada kehidupan umat Islam, terutama sejak runtuhnya institusi Khilafah, berada dalam kesedihan dan penderitaan yang luar biasa. Negeri-negeri Islam terpecah belah menjadi negara-negara kecil yang berbentuk nationstate (negara bangsa). Kondisi ini telah membuat umat Islam menjadi lemah dan menjadi obyek eksploitasi negara-negara penjajah.
Persoalan kemiskinan, kebodohan, pemurtadan, aliran sesat, penghinaan terhadap Al-Quran dan Rasulullah Saw. dan berbagai persoalan lain pun masih membelenggu nasib umat Islam. Kondisi yang sama dialami rakyat Indonesia. Beban hidup masyarakat semakin berat akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang kapitalistik seperti kenaikan BBM dan privatisasi pendidikan dan kesehatan. Angka kemiskinan masih sangat tinggi, pengangguran meningkat, anak putus sekolah semakin tinggi dan persoalan-persoalan lainnya. Belum lagi bencana demi bencana terus menerus menerpa negeri-negeri Islam, antara lain Indonesia. Ketidakbecusan pemerintah yang seharusnya menjaga dan melayani rakyatnya, telah membuat pencegahan bencana menjadi terabaikan, korban bencana pun tidak sungguh-sungguh dibantu.
Kondisi terpuruk dalam segenap aspek ini membuat kita seperti kembali memasuki masa jahiliyah yang pernah dialami Rasulullah Saw. Akidah umat Islam saat ini banyak dikotori dengan kemusyrikan seperti masa jahiliyah dahulu. Berhalanya bukan lagi dalam bentuk patung tapi dalam bentuk uang atau jabatan yang menjadi tuhan-tuhan baru yang disembah. Hukum Allah pun dicampakkan, manusia menjadikan hawa nafsu manusia yang kemudian dipopulerkan dengan kedaulatan rakyat (demokrasi) menjadi sumber hukum. Sekulerisme, liberalisme, pluralisme, HAM pun menjadi standar baik dan buruk, bukan lagi bersumber pada al-Quran dan Sunah.
Di bidang politik, pada masa jahiliyah, ditandai dengan pemimpin-pemimpin yang abai terhadap rakyat, represif, dan cenderung memikirkan dirinya sendiri. Di bidang ekonomi, di masa jahiliyah dulu dikuasai oleh elit-elit tertentu yang mempunyai modal besar, yang mengeruk keuntungan dengan segala cara seperti curang dalam timbangan, praktik riba yang menjerat, menimbun barang-barang dagangan sehingga membuat harga-harga naik, juga tipu menipu. Hal yang lebih kurang sama juga kita hadapi saat ini.
Di bidang sosial kemasyarakatan, budaya jahiliyah merupakan budaya yang permisif (serba boleh) dan penuh dengan kemaksiatan. Tidak heran kalau saat itu perzinahan merajalela, eksploitasi seksual terjadi di mana-mana. Membunuh anak perempuan karena malu, menjadi tradisi yang mengakar. Hal yang sama juga kita alami saat ini. Bahkan terkadang lebih parah. Perzinahan dilokalisasi, pornograpi dan pornoaksi meluas, kejahatan seksual meningkat, bahkan dilakukan kondomisasi. Angka aborsi semakin tinggi, yang dibunuh bukan lagi anak perempuan saja, tapi juga anak laki-laki.



B.                Pembahasan
Pengertian Jahiliyah
Jahiliyah (bahasa Arab: جاهلية, jahiliyyah) adalah konsep dalam agama Islam yang berarti "ketidaktahuan akan petunjuk ilahi" atau "kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan". Keadaan tersebut merujuk pada situasi bangsa Arab sendiri, yaitu pada masa masyarakat Arab pra-Islam sebelum diturunkannya al-Qur'an. Pengertian khusus kata jahiliyah ialah keadaan seseorang yang tidak memperoleh bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.

Pengertian Sistem Jahiliyah
Menurut  kamus besar Bahasa Indonesia, Sis·tem /sistém/ adalah perangkat unsur yg secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Ja·hi·li·ah adalah kebodohan.
Jadi dapat disimpulkan sistem jahiliyah adalah susunan atau metode yang mengatur secara teratur dan saling berkaitan tentang sebuah hal-hal yang mempunyai sifat bodoh atau ketidaktahuan tentang agama.


Karakteristik Sistem Jahiliyah
Suatu masyarakat yang tidak menjadikan tauhid sebagai landasan kehidupannya pasti hidup dalam kesesatan. Berbagai bidang kehidupan yang mereka geluti tidak akan menghasilkan kebaikan, bahkan hanya kezaliman-lah yang akan dihasilkan oleh masyarakat tersebut. Inilah masyarakat yang disebut masyarakat jahiliyah. Bukan masyarakat Islam. Walaupun di dalamnya terdapat populasi yang mayoritas mengaku muslim. Tetapi lantaran bukan tauhid yang dijadikan dasar di dalam kehidupannya maka masyarakat tersebut menjadi rapuh. Inilah yang digambarkan Allah سبحانه و تعالى di dalam KitabNya:

وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim [14] : 26)
Suatu masyarakat yang tidak berlandaskan kalimat tauhid menjadi masyarakat laksana pohon yang tercerabut dari akar-akarnya. Tidak akan dapat berdiri kokoh dan kuat. Sebaliknya, suatu masyarakat Islam yang benar-benar berdiri di atas fondasi kalimat Tauhid (kalimah thoyyibah/kalimat yang baik), pasti menjadi masyarakat yang bukan saja kokoh dan kuat, tetapi sekaligus produktif dan bermanfaat sepanjang masa.
Di dalam masyarakat jahiliyah berbagai aspek hidup berjalan dengan kacau dan tidak benar. Sebagai contohnya bidang politik. Di dalam perpolitikan sistem jahiliyah para aktifisnya berpolitik berlandaskan falsafah: “Tidak ada kawan maupun lawan abadi. Yang ada hanyalah kepentingan abadi.” Artinya, di dalam sistem jahiliyah para politisinya bergerak berlandaskan kepentingan. Bukan berdasarkan kemampuan membedakan antara al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kebatilan). Sebab kebenaran dan kebatilan di dalam sistem politik jahiliyah merupakan suatu perkara yang relatif. Sangat tergantung dukungan mayoritas publik. Bila publik banyak yang mendukung, maka sesuatu dianggap benar. Sedangkan bilamana mayoritas publik menolak, maka sesuatu dianggap salah alias batil. Misalnya, baru-baru ini kita mendengar ada ungkapan seorang pejabat ketika membela lembaganya ia berkata: “Soal gagasan perlu-tidaknya lembaga kami dibubarkan, maka kita serahkan saja kepada masyarakat.”
Falsafah yang menjadi pegangan para politisi sistem jahiliyah menyebabkan ucapan dan perilakunya menjadi sangat mirip dengan gambaran Allah swt mengenai kaum munafik. Ketika Allah swt menggambarkan bagaimana sikap kaum munafik terhadap keputusan hukum yang diambil oleh Rasulullah saw, maka mereka memperlihatkan sikap ambivalen.[1] Bilamana keputusan hukum Rasulullah saw dirasakan bermanfaat dan sesuai dengan kepentingan mereka, maka kaum munafik rela menerimanya. Namun bila keputusan hukum Rasulullah saw tidak sesuai dengan selera dan kepentingan mereka, maka kaum munafik akan pergi ke pihak lain untuk mencari keputusan hukum yang lebih menguntungkan kepentingan mereka.

Cara Menangulangi Sistem Jahiliyah
Memang, hanya orang-orang yang memiliki keyakinan yang mantap sajalah yang dapat tunduk dan patuh kepada hukum Allah swt. Adapun kaum munafik akan senantiasa berada di dalam keraguan akan kebenaran dan keadilan hukum Allah swt. Sampai-sampai Allah swt menguraikan adanya tiga kemungkinan sebab kaum munafik menolak hukum Allah swt dan Rasul-Nya
أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ يَخَافُونَ أَن يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Apakah (ketidak-datangan mereka untuk tunduk kepada hukum Rasulullah صلى الله عليه و سلم karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nuur [24] : 50)

Kemungkinan kaum munafik menolak hukum Allah swt dan Rasul-Nya ialah karena: (1) ada penyakit di dalam hati; atau (2) ada keraguan akan kebenaran dan keadilan hukum tersebut atau (3) berprasangka-buruk kepada Allah swt dan Rasul-Nya dan khawatir kalau hukum tersebut akan menzalimi mereka.

Di dalam kitabnya Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Qutb menulis:
·          Setiap hukum selain hukum Allah pasti bisa diduga mengandung kezaliman. Manusia tidak mungkin menguasai dirinya. Ketika mereka menghukum, pasti mereka menghukum dengan hukuman yang memihak kepada kepentingan dan maslahat mereka, baik individu, komunitas maupun bangsa.
·          Bila seseorang menghukum dengan suatu hukum, maka dia pasti memperhatikan penjagaan akan dirinya sendiri dan pemeliharaan terhadap maslahatnya. Demikian juga ketika suatu komunitas merumuskan hukum bagi komunitas lain, atau suatu negara merumuskan hukum untuk negara lain. Sedangkan ketika Allah mensyariatkan suatu hukum, maka tidak ada pertimbangan maslahat dan pemeliharaan pada fihak manapun. Oleh karenanya, hukum-Nya mutlak adil. Keadilan itu tidak mungkin dipikul oleh selain syariat Allah, dan tidak mungkin merealisasikannya selain hukum Allah.
·          Oleh karena itu, orang yang tidak rela dihukum dengan hukum Allah dan Rasulullah, merekalah orang-orang yang zalim. Mereka tidak menginginkan keadilan itu tegak dan tidak menginginkan kebenaran itu jaya. Sehingga, pada hakikatnya mereka tidak khawatir terhadap penyimpangan dalam hukum Allah dan sama sekali tidak meragukan keadilannya. Tetapi... “sebenarnya mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Pendapat Abul A’la Al-Maududi Tentang Sistem Jahiliyah
Abul A’la al Maududi di dalam kitab Al Ghullu Addini Walla Dinii  menuliskan: “bahwa jahiliyah bukan periode sebelum Rasul diutus, tapi pemerintahan yang tidak mengikuti sesuai syariat dan sistem/tatanan budaya masyarakat yang tidak sesuai.” Jadi sistem pemerintahan yang tidak selain dari hukum Islam tidak boleh.
Kemudian beliau berpendapat: “Jika dugaan murtadnya masyarakat Islam menjadi masyarakat jahiliyah, maka negara akan dihukumi sebagai pemerintahan kafir”.

Analisis Komparatif
Telah tetap dalam Al-Kitab dan As-Sunnah disertai fatwa-fatwa para ulama terdahulu dan kontemporer bahwa menggantikan syari’at islamiyah dengan syari’at lain adalah kekufuran. Fenomena inilah yang kita lihat hari ini di seluruh negeri Islam. Pemerintahan yang telah mengganti syari’at Islam telah keluar dari agama Islam dengan beberapa faktor:
1. Pelengseran hukum syari’at Allah diganti dengan undang-undang lain dengan berbagai bentuk dan ciri dijuluki oleh Syeikh Ahmad Sakir dengan nama Ilyasiq Modern.
2. Penghinaan pada syari’at. Adakah suatu penghinaan yang lebih dasyat dari meremehkan syari’at atau lebih mengutamakan syari’at lain atasnya ataupun menjadikan suatu lembaga yang dipenuhi hawa nafsu bernama Majlis Perwakilan Rakyat (Majlis Sya’bi) untuk menetapkan dan menolak putusan dan meyakini hal ini sebagai jalan satu-satunya untuk menentukan hukum?
3. Penerapan konsep Demokrasi......Ialah sebagaimana disifatkan oleh Abu A’la Al-Maududi dengan Hakimiyah Jamahir (hukum rakyat) dan Ta’liyah Insan (sumpah manusia) dalam kitab Al-Islam Wal Madniyah Al-Haditsah. Demokrasi merupakan sistem syirik kepada Allah......Sungguh beda antara demokrasi dan tauhid. Tauhid mengaplikasikan syari’at untuk Allah sedang demokrasi merupakan hukum rakyat untuk kepentingan rakyat.....Pembuat syari’at demokrasi adalah rakyat sedang pembuat syari’at dalam konsep tauhid adalah Allah subhanahu wa ta’ala...Maka demokrasi sistem syirik kepada Allah karena mendongkel hak pembuatan dan penerapan syareat dari Allah azza wa jalla kemudian menyerahkan hak ini pada rakyat.
4. Menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dasar dari pada point kasus ini terdapat pada undang-undang Mesir pasal 67 (Syeikh mencontohkan pasal dalam uu Mesir-pent) yang berbunyi: “Tidak ada pelangaran tindak pidana serta pelaksanaan hukuman kecuali bila ada dinyatakan dalam undang-undang”. Artinya setiap kasus yang tidak terdapat peraturannya dalam UU bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana maka kasus tersebut bukanlah suatu pelanggaran walaupun puluhan ayat dan ratusan hadist menyatakan bahwa kasus itu adalah tindakan pidana.....Semua perbuatan yang tidak ada ketetapannya dalam UU maka dia halal oleh UU. Marilah berpikir secara jernih, berapa banyak negara-negara yang menerapkan ketentuan ini....Suatu perbuatan dalam syareah yang seharusnya dijatuhkan pada pelaku sebagai tindak pidana namun dihalalkan oleh UU tersebut. Di Indonesia dapat di contohkan dengan para pengusaha, penguasa serta elit politik yang dengan seenaknya dapat membeli hukum dengan kepentingan pribadi ataupun kelompoknya masing-masing.


C.                 Penutup
Kesimpulan dan Saran
Meskipun Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim, tidak terlepas pula dari praktek kejahiliyahan dalam sistem pemerintahannya. Untuk dapat menhindari dari sitem jahiliyah modern kita perlu memperbanyak keyakinan dan kemantapan kita terhadap perintah dan larangan Allah. Salah satu faktor manusia berbuat kejahiliyahan diantaranya:
a)      Mengikuti kemauan dir sendiri dan dorongan-dorongan hawa nafsunya sendiri. Ringkasnya, ia akan menempuh segala macam cara untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut, tak peduli apakah Allah melarang cara-cara tersebut. Dan ia takkan pernah
mengerjakan suatu apapun yang dianggapnya tidak akan membawa tercapainya tujuan-tujuan tersebut, meskipun Allah memerintahkannya untuk mengerjakannya. Jadi Tuhan bagi orang seperti itu adalah dirinya sendiri (nafs), bukannya Allah Yang Agung.
Bahwa menjadi budak hawa nafsu adalah lebih hina daripada menjadi binatang. Manusia adalah binatang yang apabila sudah menjadi budak hawa nafsunya sendiri, akan melakukan perbuatan-perbuatan yang bahkan membuatkan syaitan sendiri gemetar.
b)      Mengikuti nenek-moyang tanpa berfikir.
Jalan yang kedua adalah mengikuti adat kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan dan fikiran-fikiran, acara-acara ritual dan upacara-upacara yang biasa dilakukan oleh nenek-moyang, dan
menganggapnya lebih penting daripada perintah Allah. Jahatnya kesesatan itu adalah sedemikian rupa, sehingga semua orang-orang bodoh di setiap zaman terkena cengkeramannya.
c)      Kepatuhan kepada selain Allah.
Apabila manusia mengetepikan perintah-perintah Allah, lalu mentaati perintah-perintah manusia dengan bermacam-macam alasan, maka, tertutuplah pintu petunjuk Tuhan.




Daftar Pustaka
·         Islam Jahiliyah karya Abul A’la Al Maududi
·         Dasar-dasar Islam karya Abul A’la Al Maududi
·         Al Ghullu Addini Walla diinii karya Muhammad Imarah
·         Wikipedia/jahiliyah
·         Antony, Black. Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2006


[1] am·bi·va·len /ambivalén/ a bercabang dua yg saling bertentangan (spt mencintai dan membenci sekaligus terhadap orang yang sama).



1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus