“Sistem Jahiliyah di
Pemerintahan Indonesia
Pada Era Reformasi Dalam Perspektif Abul A’la Al-Maududi”
Mohamad Bandi
Kurniawan
4715102523
Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2012
Mohamad Bandi
Kurniawan
4715102523
Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2012
“Sistem Jahiliyah di
Pemerintahan Indonesia
Pada Era Reformasi Dalam Perspektif Abul A’la Al-Maududi”
A.
Pendahuluan
Pada kehidupan umat Islam, terutama sejak runtuhnya
institusi Khilafah, berada dalam kesedihan dan penderitaan yang luar biasa.
Negeri-negeri Islam terpecah belah menjadi negara-negara kecil yang berbentuk nationstate
(negara bangsa). Kondisi ini telah membuat umat Islam menjadi lemah dan menjadi
obyek eksploitasi negara-negara penjajah.
Persoalan
kemiskinan, kebodohan, pemurtadan, aliran sesat, penghinaan terhadap Al-Quran
dan Rasulullah Saw. dan berbagai persoalan lain pun masih membelenggu nasib
umat Islam. Kondisi yang sama dialami rakyat Indonesia. Beban hidup masyarakat
semakin berat akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang kapitalistik seperti
kenaikan BBM dan privatisasi pendidikan dan kesehatan. Angka kemiskinan masih
sangat tinggi, pengangguran meningkat, anak putus sekolah semakin tinggi dan
persoalan-persoalan lainnya. Belum lagi bencana demi bencana terus menerus
menerpa negeri-negeri Islam, antara lain Indonesia. Ketidakbecusan pemerintah
yang seharusnya menjaga dan melayani rakyatnya, telah membuat pencegahan
bencana menjadi terabaikan, korban bencana pun tidak sungguh-sungguh dibantu.
Kondisi
terpuruk dalam segenap aspek ini membuat kita seperti kembali memasuki masa
jahiliyah yang pernah dialami Rasulullah Saw. Akidah umat Islam saat ini banyak
dikotori dengan kemusyrikan seperti masa jahiliyah dahulu. Berhalanya bukan
lagi dalam bentuk patung tapi dalam bentuk uang atau jabatan yang menjadi
tuhan-tuhan baru yang disembah. Hukum Allah pun dicampakkan, manusia menjadikan
hawa nafsu manusia yang kemudian dipopulerkan dengan kedaulatan rakyat
(demokrasi) menjadi sumber hukum. Sekulerisme, liberalisme, pluralisme, HAM pun
menjadi standar baik dan buruk, bukan lagi bersumber pada al-Quran dan Sunah.
Di
bidang politik, pada masa jahiliyah, ditandai dengan pemimpin-pemimpin yang
abai terhadap rakyat, represif, dan cenderung memikirkan dirinya sendiri. Di
bidang ekonomi, di masa jahiliyah dulu dikuasai oleh elit-elit tertentu yang
mempunyai modal besar, yang mengeruk keuntungan dengan segala cara seperti
curang dalam timbangan, praktik riba yang menjerat, menimbun barang-barang
dagangan sehingga membuat harga-harga naik, juga tipu menipu. Hal yang lebih kurang sama juga kita hadapi saat
ini.
Di
bidang sosial kemasyarakatan, budaya jahiliyah merupakan budaya yang permisif
(serba boleh) dan penuh dengan kemaksiatan. Tidak heran kalau saat itu
perzinahan merajalela, eksploitasi seksual terjadi di mana-mana. Membunuh anak
perempuan karena malu, menjadi tradisi yang mengakar. Hal yang sama juga kita
alami saat ini. Bahkan terkadang lebih parah. Perzinahan dilokalisasi,
pornograpi dan pornoaksi meluas, kejahatan seksual meningkat, bahkan dilakukan
kondomisasi. Angka aborsi semakin tinggi, yang dibunuh bukan lagi anak perempuan
saja, tapi juga anak laki-laki.
B.
Pembahasan
Pengertian Jahiliyah
Jahiliyah (bahasa Arab: جاهلية,
jahiliyyah) adalah konsep dalam agama Islam yang berarti "ketidaktahuan akan petunjuk ilahi" atau
"kondisi ketidaktahuan akan petunjuk dari Tuhan". Keadaan tersebut
merujuk pada situasi bangsa Arab sendiri, yaitu pada masa masyarakat Arab
pra-Islam sebelum diturunkannya al-Qur'an.
Pengertian khusus kata jahiliyah ialah keadaan seseorang yang tidak memperoleh
bimbingan dari Islam dan al-Qur'an.
Pengertian Sistem Jahiliyah
Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, Sis·tem /sistém/ adalah perangkat unsur yg secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Ja·hi·li·ah adalah
kebodohan.
Jadi dapat disimpulkan sistem jahiliyah adalah
susunan atau metode yang mengatur secara teratur dan saling berkaitan tentang
sebuah hal-hal yang mempunyai sifat bodoh atau ketidaktahuan tentang agama.
Karakteristik Sistem Jahiliyah
Suatu masyarakat yang tidak menjadikan tauhid sebagai landasan kehidupannya
pasti hidup dalam kesesatan. Berbagai bidang kehidupan yang mereka geluti tidak
akan menghasilkan kebaikan, bahkan hanya kezaliman-lah yang akan dihasilkan
oleh masyarakat tersebut. Inilah masyarakat yang disebut masyarakat jahiliyah.
Bukan masyarakat Islam. Walaupun di dalamnya terdapat populasi yang mayoritas
mengaku muslim. Tetapi lantaran bukan tauhid yang dijadikan dasar di dalam
kehidupannya maka masyarakat tersebut menjadi rapuh. Inilah yang digambarkan
Allah سبحانه و تعالى di dalam KitabNya:
وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ
خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ
“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang
buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat
tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim [14] : 26)
Suatu masyarakat yang tidak
berlandaskan kalimat tauhid menjadi masyarakat laksana pohon yang tercerabut
dari akar-akarnya. Tidak akan dapat berdiri kokoh dan kuat. Sebaliknya, suatu
masyarakat Islam yang benar-benar berdiri di atas fondasi kalimat Tauhid
(kalimah thoyyibah/kalimat yang baik), pasti menjadi masyarakat yang bukan saja
kokoh dan kuat, tetapi sekaligus produktif dan bermanfaat sepanjang masa.
Di dalam masyarakat jahiliyah berbagai
aspek hidup berjalan dengan kacau dan tidak benar. Sebagai contohnya bidang
politik. Di dalam perpolitikan sistem jahiliyah para aktifisnya berpolitik
berlandaskan falsafah: “Tidak ada kawan maupun lawan abadi. Yang ada hanyalah
kepentingan abadi.” Artinya, di dalam sistem jahiliyah para politisinya
bergerak berlandaskan kepentingan. Bukan berdasarkan kemampuan membedakan
antara al-haq (kebenaran) dan al-bathil (kebatilan). Sebab kebenaran dan
kebatilan di dalam sistem politik jahiliyah merupakan suatu perkara yang
relatif. Sangat tergantung dukungan mayoritas publik. Bila publik banyak yang
mendukung, maka sesuatu dianggap benar. Sedangkan bilamana mayoritas publik
menolak, maka sesuatu dianggap salah alias batil. Misalnya, baru-baru ini kita
mendengar ada ungkapan seorang pejabat ketika membela lembaganya ia berkata: “Soal gagasan perlu-tidaknya
lembaga kami dibubarkan, maka kita serahkan saja kepada masyarakat.”
Falsafah yang menjadi pegangan para
politisi sistem jahiliyah menyebabkan ucapan dan perilakunya menjadi sangat
mirip dengan gambaran Allah swt mengenai kaum munafik. Ketika Allah swt
menggambarkan bagaimana sikap kaum munafik terhadap keputusan hukum yang
diambil oleh Rasulullah saw, maka mereka memperlihatkan sikap ambivalen.[1]
Bilamana keputusan hukum Rasulullah saw dirasakan bermanfaat dan sesuai dengan
kepentingan mereka, maka kaum munafik rela menerimanya. Namun bila keputusan
hukum Rasulullah saw tidak sesuai dengan selera dan kepentingan mereka, maka kaum
munafik akan pergi ke pihak lain untuk mencari keputusan hukum yang lebih
menguntungkan kepentingan mereka.
Cara Menangulangi Sistem Jahiliyah
Memang, hanya orang-orang yang memiliki keyakinan yang mantap sajalah yang
dapat tunduk dan patuh kepada hukum Allah swt. Adapun kaum munafik akan
senantiasa berada di dalam keraguan akan kebenaran dan keadilan hukum Allah
swt. Sampai-sampai Allah swt menguraikan adanya tiga kemungkinan sebab kaum
munafik menolak hukum Allah swt dan Rasul-Nya
أَفِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ أَمِ ارْتَابُوا أَمْ
يَخَافُونَ أَن يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَرَسُولُهُ بَلْ أُوْلَئِكَ
هُمُ الظَّالِمُونَ
“Apakah
(ketidak-datangan mereka untuk tunduk kepada hukum Rasulullah صلى الله عليه و سلم
karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah
(karena) takut kalau-kalau Allah dan Rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka?
Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nuur [24] : 50)
Kemungkinan kaum munafik menolak hukum Allah swt dan Rasul-Nya ialah
karena: (1) ada penyakit di dalam hati; atau (2) ada keraguan akan kebenaran
dan keadilan hukum tersebut atau (3) berprasangka-buruk kepada Allah swt dan
Rasul-Nya dan khawatir kalau hukum tersebut akan menzalimi mereka.
Di dalam kitabnya Fi Zhilalil Qur’an, Sayyid Qutb menulis:
·
Setiap
hukum selain hukum Allah pasti bisa diduga mengandung kezaliman. Manusia tidak
mungkin menguasai dirinya. Ketika mereka menghukum, pasti mereka menghukum
dengan hukuman yang memihak kepada kepentingan dan maslahat mereka, baik
individu, komunitas maupun bangsa.
·
Bila
seseorang menghukum dengan suatu hukum, maka dia pasti memperhatikan penjagaan
akan dirinya sendiri dan pemeliharaan terhadap maslahatnya. Demikian juga
ketika suatu komunitas merumuskan hukum bagi komunitas lain, atau suatu negara
merumuskan hukum untuk negara lain. Sedangkan ketika Allah mensyariatkan suatu
hukum, maka tidak ada pertimbangan maslahat dan pemeliharaan pada fihak
manapun. Oleh karenanya, hukum-Nya mutlak adil. Keadilan itu tidak mungkin
dipikul oleh selain syariat Allah, dan tidak mungkin merealisasikannya selain
hukum Allah.
·
Oleh
karena itu, orang yang tidak rela dihukum dengan hukum Allah dan Rasulullah,
merekalah orang-orang yang zalim. Mereka tidak
menginginkan keadilan itu tegak dan tidak menginginkan kebenaran itu jaya.
Sehingga, pada hakikatnya mereka tidak khawatir terhadap penyimpangan dalam
hukum Allah dan sama sekali tidak meragukan keadilannya. Tetapi... “sebenarnya
mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Pendapat Abul A’la
Al-Maududi Tentang Sistem Jahiliyah
Abul A’la al Maududi di
dalam kitab Al Ghullu Addini Walla Dinii menuliskan: “bahwa jahiliyah bukan periode
sebelum Rasul diutus, tapi pemerintahan yang tidak mengikuti sesuai syariat dan
sistem/tatanan budaya masyarakat yang tidak sesuai.” Jadi sistem pemerintahan
yang tidak selain dari hukum Islam tidak boleh.
Kemudian beliau
berpendapat: “Jika dugaan murtadnya masyarakat Islam menjadi masyarakat
jahiliyah, maka negara akan dihukumi sebagai pemerintahan kafir”.
Analisis Komparatif
Telah tetap dalam Al-Kitab dan
As-Sunnah disertai fatwa-fatwa para ulama terdahulu dan kontemporer bahwa
menggantikan syari’at islamiyah dengan syari’at lain adalah kekufuran. Fenomena
inilah yang kita lihat hari ini di seluruh negeri Islam. Pemerintahan yang
telah mengganti syari’at Islam telah keluar dari agama Islam dengan beberapa
faktor:
1. Pelengseran hukum syari’at Allah
diganti dengan undang-undang lain dengan berbagai bentuk dan ciri dijuluki oleh
Syeikh Ahmad Sakir dengan nama Ilyasiq Modern.
2. Penghinaan pada syari’at. Adakah
suatu penghinaan yang lebih dasyat dari meremehkan syari’at atau lebih
mengutamakan syari’at lain atasnya ataupun menjadikan suatu lembaga yang
dipenuhi hawa nafsu bernama Majlis Perwakilan Rakyat (Majlis Sya’bi) untuk
menetapkan dan menolak putusan dan meyakini hal ini sebagai jalan satu-satunya
untuk menentukan hukum?
3. Penerapan konsep
Demokrasi......Ialah sebagaimana disifatkan oleh Abu A’la Al-Maududi dengan
Hakimiyah Jamahir (hukum rakyat) dan Ta’liyah Insan (sumpah manusia) dalam
kitab Al-Islam Wal Madniyah Al-Haditsah. Demokrasi merupakan sistem syirik
kepada Allah......Sungguh beda antara demokrasi dan tauhid. Tauhid
mengaplikasikan syari’at untuk Allah sedang demokrasi merupakan hukum rakyat
untuk kepentingan rakyat.....Pembuat syari’at demokrasi adalah rakyat sedang
pembuat syari’at dalam konsep tauhid adalah Allah subhanahu wa ta’ala...Maka
demokrasi sistem syirik kepada Allah karena mendongkel hak pembuatan dan penerapan
syareat dari Allah azza wa jalla kemudian menyerahkan hak ini pada rakyat.
4. Menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal. Dasar dari pada point kasus ini terdapat pada
undang-undang Mesir pasal 67 (Syeikh mencontohkan pasal dalam uu Mesir-pent)
yang berbunyi: “Tidak ada pelangaran tindak pidana serta pelaksanaan hukuman
kecuali bila ada dinyatakan dalam undang-undang”. Artinya setiap kasus yang
tidak terdapat peraturannya dalam UU bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran
tindak pidana maka kasus tersebut bukanlah suatu pelanggaran walaupun puluhan
ayat dan ratusan hadist menyatakan bahwa kasus itu adalah tindakan
pidana.....Semua perbuatan yang tidak ada ketetapannya dalam UU maka dia halal
oleh UU. Marilah berpikir secara jernih, berapa banyak negara-negara yang
menerapkan ketentuan ini....Suatu perbuatan dalam syareah yang seharusnya
dijatuhkan pada pelaku sebagai tindak pidana namun dihalalkan oleh UU tersebut.
Di Indonesia dapat di contohkan dengan para pengusaha, penguasa serta elit politik
yang dengan seenaknya dapat membeli hukum dengan kepentingan pribadi ataupun
kelompoknya masing-masing.
C.
Penutup
Kesimpulan dan Saran
Meskipun Indonesia yang mayoritas
masyarakatnya muslim, tidak terlepas pula dari praktek kejahiliyahan dalam
sistem pemerintahannya. Untuk dapat menhindari dari sitem jahiliyah modern kita
perlu memperbanyak keyakinan dan kemantapan kita terhadap perintah dan larangan
Allah. Salah satu faktor manusia berbuat kejahiliyahan diantaranya:
a)
Mengikuti kemauan dir sendiri dan
dorongan-dorongan hawa nafsunya sendiri. Ringkasnya, ia akan
menempuh segala macam cara untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut,
tak peduli apakah Allah melarang cara-cara tersebut. Dan ia takkan pernah
mengerjakan
suatu apapun yang dianggapnya tidak akan membawa tercapainya tujuan-tujuan tersebut,
meskipun Allah memerintahkannya untuk mengerjakannya. Jadi Tuhan bagi orang
seperti itu adalah dirinya sendiri (nafs),
bukannya Allah Yang Agung.
Bahwa
menjadi budak hawa nafsu adalah lebih hina daripada menjadi binatang. Manusia
adalah binatang yang apabila sudah menjadi budak hawa nafsunya sendiri, akan
melakukan perbuatan-perbuatan yang bahkan membuatkan syaitan sendiri gemetar.
b)
Mengikuti nenek-moyang tanpa berfikir.
Jalan
yang kedua adalah mengikuti adat kebiasaan, kepercayaan-kepercayaan dan
fikiran-fikiran, acara-acara ritual dan upacara-upacara yang biasa dilakukan
oleh nenek-moyang, dan
menganggapnya
lebih penting daripada perintah Allah. Jahatnya kesesatan itu adalah sedemikian
rupa, sehingga semua orang-orang bodoh di setiap
zaman terkena cengkeramannya.
c)
Kepatuhan kepada selain Allah.
Apabila manusia mengetepikan perintah-perintah Allah,
lalu mentaati perintah-perintah manusia dengan bermacam-macam alasan, maka,
tertutuplah pintu petunjuk Tuhan.
Daftar Pustaka
·
Islam
Jahiliyah karya Abul A’la Al Maududi
·
Dasar-dasar
Islam karya Abul A’la Al Maududi
·
Al
Ghullu Addini Walla diinii karya Muhammad Imarah
·
Wikipedia/jahiliyah
·
Antony, Black. Pemikiran
Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2006
[1] am·bi·va·len /ambivalén/ a bercabang
dua yg saling bertentangan (spt mencintai dan membenci sekaligus terhadap orang
yang sama).
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus